Click Here For Free Blog Backgrounds!!!
Blogaholic Designs

Senin, 13 April 2015

كَتَبَتْهَا بَاحِثَةُ الْبَادِيَةِ الْمُتَوَفَاةُ سنة 1337 هـ مِنْ رَمْلِ الْإِسْكَنْدَرِيَةِ

عَزِيْزَتِيْ السَّيِّدَةَ بَلْسَمْ...

أُحَيِّيْكِ... وَلَوْ لَا بُرُوْدَةَ الْبَحْرِ لَا لْتَهَبْتُ إِلَيْكِ شَوْقًا. وَلَوْ لَا تَصَبُّرِي لَطِرْتُ إِلَيْكِ حُبًّا. وَإِنِّي لَمْ يُنْسِنِي صَفَاءُ السَّمَاءِ صَفَاءَ وُدِّكِ وَلَا رَقَةَ النَّسِيْمِ رَقَةَ حَدِيْثِكِ. إِنَمَا شَجَانِي وَ ذَكَرَنِي وَ لَمْ أَكُنْ نَاسِيَةً.

حَبِيْبَتِي...

لَيْتَكِ كُنْتِ مَعِي. تَرَيْنَ الطَّبِيْعَةَ بِجَمَالِهَا. تَرَيْنَ الْبَحْرَ يَزْخَرُ كَالرَّعْدِ, وَالْأَمْوَاجَ تَتَلَاطَمُ زَرَافَاتٍ وَ وَحْدَانَا. صَفَاءٌ فِي الْبَحْرِ وَ صَفَاءٌ فِي السَّمَاءِ كَأَنَّهُمَا قَلْبَانَا. وَ تَسْمَعِيْنَ تَغْرِيْدَ الطُّيُوْرِ وَ حَفِيْفَ الْأَشْجَارِ. إِنَّهَا – لَعَمْرُكِ – مَنَظِرُ تُلْهِى الْمَرْءَ. وَ لَكِنْ هَيْهَاتَ لِمِثْلِي أَنْ تَلْهُوَ, وَ هِيَ تَعْلَمُ مَا يُكِنَّهُ الدَّهْرُ وَمَا يُخْبِئُهُ اللَّيْلُ وَ النَّهَارُ.

تَقَبَّلِي مِنِّي أَحَرَّ قُبُلَاتِي وَ أَوْفَرَ أَشْوَاقِي.





المخلصة ملك ناصف

(ملك حفنى ناصف)


Jumat, 03 Oktober 2014

Hanya Keikhlasan yang Bisa Mengalahkan


Dikisahkan dalam kitab Tanbihul Ghafiliin oleh Al-Samarqandi, dari Ikrimah bahwa suatu ketika, seorang ahli ibadah melewati sebuah pohon. Dan tiba-tiba sangat marah karena melihat orang-orang berduyun menyembah pohon itu. Ia pun kembali ke rumahnya mengambil kapak dan kembali untuk menebang pohon.
            Namun, diperjalanan ia dicegat iblis yang melarangnya menebang pohon itu. Ia bersikeras bahwa pohon itu harus ditebang, karena merupakan penyebab kesyirikan, menduakan Allah. Namun, iblis terus mencegatnya hingga terjadi pergulatan. Dengan mudah ahli ibadah itu mengalahkan iblis yang menyerupai manusia biasa.
            Karena kalah, iblis kemudian menawarkan dua dinar yang akan ditaruh di bawah bantal lelaki itu setiap harinya. Ia pun setuju. Beberapa hari berikutnya ia begitu menikmati dua dinar pemberian yang ditaruh di bawah bantalnya. Hingga di hari kesekian, seperti biasanya, lelaki itu terbangun, namun kali ini ia tidak menemukan apa-apa di bawah bantalnya.
            “Kurang ajar, aku telah ditipu, sekarang aku akan menebang pohon itu,” seru abid geram.
            Di jalan ia kembali ditemui iblisdalam bentuk manusia itu lagi seraya ditanya, “Hendak kemana engkau?”
            Dengan masih marah, lelaki ahli ibadah itu menjawab, “Aku akan menebang pohon yang disembah itu.”
            Iblis menukas, “Engkau berbohong, bukan karena itu engkau hendak menebangnya.”
            Abid terus melangkah untuk menebang pohon yang disembah orang itu, sehingga iblis itu marah dan membantingnya ke tanah lalu mencekiknya erat, seraya bertanya,
            “Tahukah engkau, siapakah aku sebenarnya? Aku adalah iblis! Engkau datang pertama kali hendak menebang pohon itu karena semata membela Allah sehingga aku tidak mempunyai cara mengalahkanmu. Lalu, aku perdaya engkau dengan dua dinar dan engkau pun tidak jadi menebangnya. Karena engkau sekarang datang karena marah demi dua dinar itu, maka aku dapat mengalahkanmu. Hanya dengan keikhlasan engkau bisa mengalahkanku.”

(Yasir, Muhammad. 2009. Engkau Lebih Cantik Dari Bulan Purnama. Jakarta: Salsabila Kautsar Utama.)

Rabu, 13 Februari 2013

Berikan Hak kepada Pemiliknya



     Jiwa ibarat tentara-tentara yang bersenjata, ia juga mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, tanpa harta berlebihan. Secukupnya saja. Sebab, jika berlebihan, bagai air dalam gelas, ia akan tumpah sia-sia. Kebutuhan jiwa adalah amal shaleh.
   Dalam beribadah, tidak boleh terlalu berlebihan, sehingga melupakan hak-hak badan, keluarga, dan tetangga. Jangan terlalu bersemangat melebihi Nabi, sebab Nabi pun menikah, bermasyarakat dan memberikan segala sesuatu hak-haknya.
     Diriwayatkan dari ‘Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mempersaudarakan Salman dan Abu Ad-Darda’. Lalu, Salman mengunjungi Abu Ad-Darda’, dan ia melihat Ummu Ad-Darda’ berbaju kumal. Ia pun bertanya kepadanya, “Kenapa kamu ini?” Ummu Ad-Darda’ menjawab, “Saudaramu, Abu Ad-Darda’, tidak mempunyai kebutuhan duniawi.”
      Kemudian dating Abu Ad-Darda’, lalu Salman buatkan makanan baginya. Salman berkata, “Makanlah.” Abu Ad-Darda’ menjawab, “Aku sedang bepuasa.” Salman menimpali, “Aku tidak makan hingga kamu makan.” Kemudian Abu Ad-Darda’ makan. Malam harinya Abu Ad-Darda’ bersiap untuk bangun. Salman berkata, “Tidurlah.” Abu Ad-Darda’ lau tidur.
    Kemudian, tak lama setelah itu, ia bersiap bangun, namun Salman kembali berkata, “Tidurlah.” Baru ketika telah sampai akhir malam Salman berkata, “Bangunlah sekarang.” Keduanya lalu shalat. Setelah itu Salman berkata, “Sesungguhnya bagi Tuhanmu atas kamu terdapat hak, bagi dirimu atas kamu terdapat hak, dan bagi keluargamu atas kamu terdapat hak. Jabdi berikanlah hak kepada setiap yang memiliki haknya.”
     Kemudian Abu Ad-Darda’ menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya itu. Mendengar itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Salman benar.”

(Yasir, Muhammad. 2009. Engkau Lebih Cantik Dari Bulan Purnama. Jakarta: Salsabila Kautsar Utama.)

Semuanya Ada Waktunya



Merupakan keadilan Allah bahwa Dia member setiap manusia waktu 24 jam sehari. Rasulullah, Muhammad, punya waktu 24 jam sehari. Abrahah juga punya waktu 24 jam sehari. Umar bin Al-Khaththab dan Abu Jahal juga masing-masing punya waktu 24 jam sehari. Yang membedakan biasanya adalah hasil yang tercipta dari 24 jam itu. Ada yang telah bebuat banyak, ada juga yang tidak menghasilkan apa-apa. Bahkan dari waktu sedurasi itu ada yang masuk surga, ada juga yang masuk neraka. Sekali lagi, yang membedakan adalah hasilnya.
            Dari waktu 24 jam itu, semestinya telah memiliki alokasi yang jelas. Ada waktu untuk Allah, ada waktu untuk keluarga, ada waktu untuk bekerja,  ada waktu unutk rekreasi, ada waktu unutk sahabat, dan seterusnya. Hal yang tidak bijak adalah jika seluruh waktu dipakai untuk rekreasi, atau untuk keluarga, misalnya.
            Disinilah pentingnya keseimbangan dalam mengisinya. Tidak semua waktu dipakai untuk sujud dan ruku’, karena manusia itu terdiri dari 3 unsur: akal, jasad, dan ruh, yang masing-masing mempunyai kebutuhan. Kebutuhan akal adalah tadabbur, membaca dan menganalisa. Kebutuhan jasad adalah makan, minum, dan istirahat. Sedang kebutuhan ruh adalah amal saleh.
            Rasulullah telah mengajarkan umatnya untuk mengalokasikan setiap waktu sesuai pada tempatnya. Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Hanzalah, sahabat senior yang banyak menulis hadits-hadits Rasulullah, suatu ketika ia melewati rumah Abu Bakar bertanya, “Ada apa denganmu wahai sahabatku, Hanzalah, mengapa engkau menangis?” Hanzalah menjawab, “Hanzalah telah dihinggapi sifat munafik, wahai Abu Bakar. Bagaimana tidak, jikalau kita duduk di samping Rasulullah, sembari mendengarkan nasehat, bimbingan dan petuah-petuahnya yang menyentuh hati, beliau menggambarkan kepada kita kobaran api neraka dan menceritakan tentang surga dengan segala keindahannya, seolah-olah Nampak dihadapan kita. Namun, apabila kita kembali bercengkrama dan bersenda gurau dengan keluarga kita, kita tiba-tiba melupakan kehidupan akhirat yang abadi dan banyak lupa dan kufur kepada Allah.”
            Abu Bakar berkata, “Demi Allah, akunjuga tidak berbeda denganmu, wahai Abu Hanzalah. Aku merasakan hal yang sama. Kalau begitu, mari kita beranjak menuju rumah Rasulullah, untuk mendiskusikan keadaan ini.” Kedua sahabat itupun mengarahkan langkah kaki menelusuri jalan menuju rumah Rasulullah.
            Rasulullah menjemputnya dengan senyuman tulus sebagaimana layaknya menyambut seorang kawan setia, “Ada apa denganmu, wahai Hanzalah? Mengapa engkau menangis?”
            Hanzalah menjawab, “Aku merasa dihinggapi sifat munafik, wahai Rasulullah. Bagaimana tidak, saat duduk di sampingmu, Rasulullah, dan mendengarkan petuah dan bimbinganmu, aku merasa demikian yakin. Namun, saat aku kembali lagi bercengkrama dan bersenda gurau dengan keluarga kami, aku pun lupa semuanya dan kufur kepada Allah.”
            Rasulullah kemudian berkata, “Kalau seandainya kalian terus berada disisiku –untuk diingatkan surge dan neraka- maka para malaikat pasti menghampiri majelis-majelis dan berjabatan tangan dengan kalian. Para malaikat juga menghampiri kalian di jalan dan di atas pembaringan. Akan tetapi, wahai Hanzalah, saa’atan-saa’atan –segala sesuatu ada waktunya-.”

(Yasir, Muhammad. 2009. Engkau Lebih Cantik Dari Bulan Purnama. Jakarta: Salsabila Kautsar Utama.)

Kamis, 03 Januari 2013

Tidak Semua yang Anda Tahu Harus Diucapkan


            Ini adalah sebuah nasehat penting bagi siapa yang diberi karunia ilmu dari Allah. Tidak semua yang Anda tahu harus diucapkan. Sebab, setiap perkataan itu memiliki saat dan keadaan yang tepat untuk diucapkan. Mengetahui saja tidaklah cukup. Agar pengetahuan itu jatuh di temapat yang tepat, kita membutuhkan pemahaman. Yang terakhir, disebut para ulama dengan isltilah fiqh.
            Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah mendapatkan puncak segala kebaikan, maka Allah akan memahamkannya terhadap dien-Nya.”
            Anda mungkin pernah mendengarkan nama seorang tabi’in besar Waki’ bin Al-Jarrah. Dia adalah guru dari Imam Syafi’i. Ketika Imam Asy-Syafi’i mengalami kesulitan menghafal, ia mengadu pada sang guru. Nasehat sang guru ini diabadikan dalam sya’ir yang sangat terkenal:
            Kumengadukan pada Waki’akan hafalanku yang buruk
            Lalu ia menasehatiku agar tinggalkan maksiat
            Karena ilmu adalah cahaya Allah
            Dan cahaya itu takkan dikaruniakan pada pelaku maksiat.
            Sebab tak ada yang ma’shum selain Rasulullah, Waki’ bin Al-Jarrah ini pernah mengalami kejadian yang sangat menakutkan akibat tergelincir dalam sebuah masalah.
            Berikut kisahnya, ia pernah mendengarkan sebuah riwayat tentang kisah kematian Rasulullah. Kisah itu ia riwayatkan dari seorang yang bernama Isma’il bin Abi Khalid yang meriwayatkan dari ‘Abdullah Al-Bahiyy yang mengatakan bahwa jenazah Rasulullah disemayamkan selama satu hari satu malam, hingga perut dan jari-jari beliau agak membengkak.
            Suatu ketika dalam sebuah majelisnya di Mekkah, ia menyampaikan riwayat ‘Abdullah Al-Bahiyy tersebut, sebuah riwayat yang sesungguhnya adalah riwayat yang mungkar dan munqathi’ (terputus). Akibat penyampaiannya, Mekkah pun gempar. Apalagi kalangan orang Quraisy. Mereka berkumpul dan bersepakat untuk menyalib Waki’ yang dianggap melecehkan Rasulullah dengan meriwayatkan kisah tersebut.
            Ketika ia ditanya kenapa ia menyampaikan riwayat itu, ia mengatakan, “Beberapa orang sahabat, diantaranya ‘Umar bin Al-Khaththab tidak mempercayai bahwa Rasulullah mengalami kematian. Maka, berdasarkan riwayat tersebut Allah kemudian menunjukkan kepada mereka beberapa tanda kematian, yaitu anggota tubuh yang menjadi bengkak”
            Sebuah alasan yang sangat masuk akal. Namun, orang-orang Quraisy sudah terlanjur marah. Mereka telah menyiapkan kayu untuk menyalib Waki’ bin Al-Jarrah. Namun, pertolongan Allah segera menghampirinya. Disaat yang genting, muncul Sufyan bin ‘Uyainah yang berteriak menghalangi orang Quraisy, “Demi Allah! Demi Allah! Jangan kalian lakukan itu! Ia adalah faqihnya negeri Irak, ayahnya juga orang alim disana. Sedangkan riwayat yang disampaikan itu adalah yang masyhur belum tentu shahih. Aku belum pernah mendengarkan riwayat itu sebelumnya. Aku hanya ingin menyelamatkan Waki’.”
            Demikianlah kisah Waki’ bin Al-Jarrah, guru Imam Asy-Syafi’i. seperti kata orang ahli sejarah yang besar, Adz-Dzahaby, “Kisahnya sungguh aneh. Ia sesungguhnya bermaksud baik. Namun sangat disayangkan saat itu kenapa ia tidak memilih diam dan tidak menyampaikan riwayat itu. Nabi telah mengatakan: “Cukuplah menjadi dosa bagi seorang bila ia membicarakan setiap apa yang ia dengarkan …”
            Maka sebagai kata-kata hikmah, “Bila tidak semua pengetahuan pantas terucapkan, maka tidak semua yang pantas diucapkan di setiap tempat, waktu dan orang. Bagi yang berilmu, bersikap bijaklah.”

(Yasir, Muhammad. 2009. Engkau Lebih Cantik Dari Bulan Purnama. Jakarta: Salsabila Kautsar Utama.)

Minggu, 19 Agustus 2012

Di Kesunyian Ini

Masih dalam sunyi, sepi ..
Dalam pekat malam yang menyelimuti bumi
Dalam ruang yang sangat jauh
Dalam waktu yang sangat singkat
Dalam kegelisahan yang menemani
dan aku masih dalam kesunyisepian
Entah apa yang harus kulakukan dalam ini
begitu hati gundah gelisah
Menatap ke langit luas yang tenang nan indah
Memejamkan sejenak mata ini
Kuhela nafas perlahan dan ...
kurasakan begitu indah tenang dalam sunyi sepi
Kegelisahan hanya hiasan malam saja
Dan hanya diam yang menemaniku saat ini
Meski hati ini sedikit hanyut
dalam lamunan yang begitu tinggi
Dan aku bisa membawanya kembali 
dalam ketenangan yang indah ...

Jumat, 17 Agustus 2012

My Thing

Upss ...
Hati-hati! Aku hampir terjatuh
Hallo mimpiku ...
Apa kabarmu hari ini?
Aku merindukanmu, bisakah kita bertemu
nanti malam?
Rindukan aku, wahai mimpiku ..
Begitu aku ingin terbang bersamamu
Bermain di atas awan putih
Tertawa bahagia bersama
Namun kamu begitu jauh
jauh sekali ...
Bisakah kita saling menggapai asa?
Wahai mimpi!
Sambutlah aku suatu hari nanti
Aku pasti datang menghampiri
dan menemuimu ..
Memeluk erat mimpiku
Menggenggam erat asaku ..
Bantulah aku dan jangan pernah 
untuk mecoba tinggalkan aku
tanpamu, wahai mimpi ..
Bisakah aku mengintipmu dari sini?
Agar aku tahu dimana mimpiku berada
Anganku kepadamu sedalam perasaan
Setinggi lamunan ...
Inilah aku ..
Karena aku hanya manusia biasa
yang memiliki mimpi yang luar biasa ...