Click Here For Free Blog Backgrounds!!!
Blogaholic Designs

Kamis, 03 Januari 2013

Tidak Semua yang Anda Tahu Harus Diucapkan


            Ini adalah sebuah nasehat penting bagi siapa yang diberi karunia ilmu dari Allah. Tidak semua yang Anda tahu harus diucapkan. Sebab, setiap perkataan itu memiliki saat dan keadaan yang tepat untuk diucapkan. Mengetahui saja tidaklah cukup. Agar pengetahuan itu jatuh di temapat yang tepat, kita membutuhkan pemahaman. Yang terakhir, disebut para ulama dengan isltilah fiqh.
            Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah mendapatkan puncak segala kebaikan, maka Allah akan memahamkannya terhadap dien-Nya.”
            Anda mungkin pernah mendengarkan nama seorang tabi’in besar Waki’ bin Al-Jarrah. Dia adalah guru dari Imam Syafi’i. Ketika Imam Asy-Syafi’i mengalami kesulitan menghafal, ia mengadu pada sang guru. Nasehat sang guru ini diabadikan dalam sya’ir yang sangat terkenal:
            Kumengadukan pada Waki’akan hafalanku yang buruk
            Lalu ia menasehatiku agar tinggalkan maksiat
            Karena ilmu adalah cahaya Allah
            Dan cahaya itu takkan dikaruniakan pada pelaku maksiat.
            Sebab tak ada yang ma’shum selain Rasulullah, Waki’ bin Al-Jarrah ini pernah mengalami kejadian yang sangat menakutkan akibat tergelincir dalam sebuah masalah.
            Berikut kisahnya, ia pernah mendengarkan sebuah riwayat tentang kisah kematian Rasulullah. Kisah itu ia riwayatkan dari seorang yang bernama Isma’il bin Abi Khalid yang meriwayatkan dari ‘Abdullah Al-Bahiyy yang mengatakan bahwa jenazah Rasulullah disemayamkan selama satu hari satu malam, hingga perut dan jari-jari beliau agak membengkak.
            Suatu ketika dalam sebuah majelisnya di Mekkah, ia menyampaikan riwayat ‘Abdullah Al-Bahiyy tersebut, sebuah riwayat yang sesungguhnya adalah riwayat yang mungkar dan munqathi’ (terputus). Akibat penyampaiannya, Mekkah pun gempar. Apalagi kalangan orang Quraisy. Mereka berkumpul dan bersepakat untuk menyalib Waki’ yang dianggap melecehkan Rasulullah dengan meriwayatkan kisah tersebut.
            Ketika ia ditanya kenapa ia menyampaikan riwayat itu, ia mengatakan, “Beberapa orang sahabat, diantaranya ‘Umar bin Al-Khaththab tidak mempercayai bahwa Rasulullah mengalami kematian. Maka, berdasarkan riwayat tersebut Allah kemudian menunjukkan kepada mereka beberapa tanda kematian, yaitu anggota tubuh yang menjadi bengkak”
            Sebuah alasan yang sangat masuk akal. Namun, orang-orang Quraisy sudah terlanjur marah. Mereka telah menyiapkan kayu untuk menyalib Waki’ bin Al-Jarrah. Namun, pertolongan Allah segera menghampirinya. Disaat yang genting, muncul Sufyan bin ‘Uyainah yang berteriak menghalangi orang Quraisy, “Demi Allah! Demi Allah! Jangan kalian lakukan itu! Ia adalah faqihnya negeri Irak, ayahnya juga orang alim disana. Sedangkan riwayat yang disampaikan itu adalah yang masyhur belum tentu shahih. Aku belum pernah mendengarkan riwayat itu sebelumnya. Aku hanya ingin menyelamatkan Waki’.”
            Demikianlah kisah Waki’ bin Al-Jarrah, guru Imam Asy-Syafi’i. seperti kata orang ahli sejarah yang besar, Adz-Dzahaby, “Kisahnya sungguh aneh. Ia sesungguhnya bermaksud baik. Namun sangat disayangkan saat itu kenapa ia tidak memilih diam dan tidak menyampaikan riwayat itu. Nabi telah mengatakan: “Cukuplah menjadi dosa bagi seorang bila ia membicarakan setiap apa yang ia dengarkan …”
            Maka sebagai kata-kata hikmah, “Bila tidak semua pengetahuan pantas terucapkan, maka tidak semua yang pantas diucapkan di setiap tempat, waktu dan orang. Bagi yang berilmu, bersikap bijaklah.”

(Yasir, Muhammad. 2009. Engkau Lebih Cantik Dari Bulan Purnama. Jakarta: Salsabila Kautsar Utama.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar