Click Here For Free Blog Backgrounds!!!
Blogaholic Designs

Rabu, 13 Februari 2013

Semuanya Ada Waktunya



Merupakan keadilan Allah bahwa Dia member setiap manusia waktu 24 jam sehari. Rasulullah, Muhammad, punya waktu 24 jam sehari. Abrahah juga punya waktu 24 jam sehari. Umar bin Al-Khaththab dan Abu Jahal juga masing-masing punya waktu 24 jam sehari. Yang membedakan biasanya adalah hasil yang tercipta dari 24 jam itu. Ada yang telah bebuat banyak, ada juga yang tidak menghasilkan apa-apa. Bahkan dari waktu sedurasi itu ada yang masuk surga, ada juga yang masuk neraka. Sekali lagi, yang membedakan adalah hasilnya.
            Dari waktu 24 jam itu, semestinya telah memiliki alokasi yang jelas. Ada waktu untuk Allah, ada waktu untuk keluarga, ada waktu untuk bekerja,  ada waktu unutk rekreasi, ada waktu unutk sahabat, dan seterusnya. Hal yang tidak bijak adalah jika seluruh waktu dipakai untuk rekreasi, atau untuk keluarga, misalnya.
            Disinilah pentingnya keseimbangan dalam mengisinya. Tidak semua waktu dipakai untuk sujud dan ruku’, karena manusia itu terdiri dari 3 unsur: akal, jasad, dan ruh, yang masing-masing mempunyai kebutuhan. Kebutuhan akal adalah tadabbur, membaca dan menganalisa. Kebutuhan jasad adalah makan, minum, dan istirahat. Sedang kebutuhan ruh adalah amal saleh.
            Rasulullah telah mengajarkan umatnya untuk mengalokasikan setiap waktu sesuai pada tempatnya. Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Hanzalah, sahabat senior yang banyak menulis hadits-hadits Rasulullah, suatu ketika ia melewati rumah Abu Bakar bertanya, “Ada apa denganmu wahai sahabatku, Hanzalah, mengapa engkau menangis?” Hanzalah menjawab, “Hanzalah telah dihinggapi sifat munafik, wahai Abu Bakar. Bagaimana tidak, jikalau kita duduk di samping Rasulullah, sembari mendengarkan nasehat, bimbingan dan petuah-petuahnya yang menyentuh hati, beliau menggambarkan kepada kita kobaran api neraka dan menceritakan tentang surga dengan segala keindahannya, seolah-olah Nampak dihadapan kita. Namun, apabila kita kembali bercengkrama dan bersenda gurau dengan keluarga kita, kita tiba-tiba melupakan kehidupan akhirat yang abadi dan banyak lupa dan kufur kepada Allah.”
            Abu Bakar berkata, “Demi Allah, akunjuga tidak berbeda denganmu, wahai Abu Hanzalah. Aku merasakan hal yang sama. Kalau begitu, mari kita beranjak menuju rumah Rasulullah, untuk mendiskusikan keadaan ini.” Kedua sahabat itupun mengarahkan langkah kaki menelusuri jalan menuju rumah Rasulullah.
            Rasulullah menjemputnya dengan senyuman tulus sebagaimana layaknya menyambut seorang kawan setia, “Ada apa denganmu, wahai Hanzalah? Mengapa engkau menangis?”
            Hanzalah menjawab, “Aku merasa dihinggapi sifat munafik, wahai Rasulullah. Bagaimana tidak, saat duduk di sampingmu, Rasulullah, dan mendengarkan petuah dan bimbinganmu, aku merasa demikian yakin. Namun, saat aku kembali lagi bercengkrama dan bersenda gurau dengan keluarga kami, aku pun lupa semuanya dan kufur kepada Allah.”
            Rasulullah kemudian berkata, “Kalau seandainya kalian terus berada disisiku –untuk diingatkan surge dan neraka- maka para malaikat pasti menghampiri majelis-majelis dan berjabatan tangan dengan kalian. Para malaikat juga menghampiri kalian di jalan dan di atas pembaringan. Akan tetapi, wahai Hanzalah, saa’atan-saa’atan –segala sesuatu ada waktunya-.”

(Yasir, Muhammad. 2009. Engkau Lebih Cantik Dari Bulan Purnama. Jakarta: Salsabila Kautsar Utama.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar